Tentang persoalan, peristiwa dan puing-puing pemikiran yang runtuh dalam ingatan.

Ketika Dipamiti Menikah Oleh Mantan

Dan kami berempat pun berada dalam satu lingkaran meja warung kopi, padahal sebelumnya kami tidak melakukan perjanjian apapun untuk berkumpul bersama.

Semuanya terjadi begitu saja, dan disinilah kami berada, di sebuah warung kopi yang berada di sudut kecamatan Gondanglegi.
Sumber gambar: Google gambar

Seperti biasa kami berempat ngobrol ngalor-ngidul tidak jelas. Persoalan bisnis, kebudayaan, politik, ekonomi dan pendidikan ludes dalam obrolan yang lebih banyak didominasi jual-beli ejekan semata.

Entah, siapa yang memulai, tetiba obrolan kami terjebak pada satu tema yang menyeramkan: Mantan.

“Bagaimanapun, ada perasaan tidak rela ketika mantan yang dulu kita cintai menikah dengan orang lain” Kata teman saya yang berinisial S.

Dia kemudian memulai ceritanya,

“Dulu, dalam pernikahanku, sengaja tidak aku undang para mantan. Sebab aku menjaga perasaan mereka”

Jujur, ketika dia menekankan kata “Para” dan “Mereka” saya melihat ada kepongahan pada mata teman saya yang kini menjadi bos sebuah mall besar yang ada di kota Malang itu.

“Suatu ketika” teman saya itu melanjutkan ceritanya “Tiba-tiba ada seorang perempuan masuk ke kantorku. Kalian tahu siapa dia?”

Kami menggeleng tentu saja.

“Dia mantan saya, cuk!”

Ahay, saya suka sekali dengan penekanan kata “cuk”nya. Seperti menghempaskan seluruh beban yang terpanggul pada pundaknya.

“Mohon maaf, aku tidak mungkin bisa hadir dalam pernikahanmu. Dulu, aku tidak mengundangmu sebab aku ingin menjaga perasaanmu. Dan harusnya kamu tahu itu”

Begitulah kira-kira dialog teman saya dengan mantannya itu. Dialog selanjutnya seperti ini,

“Aku tidak bisa hadir dalam pernikahnmu, kamu tahu alasannya? Sebab aku tidak mungkin kuat!”

Kami pun tertawa terbahak-bahak begitupun juga dengan teman saya itu. Entah, kenapa kami harus tertawa pada cerita yang harusnya melelehkan air mata itu.

Selanjutnya, teman saya itu melanjutkan cerita tentang temannya yang lain, yang polanya nyaris sama, yaitu dipamiti menikah oleh mantan. Dalam obrolan kami kali itu, teman saya yang juga menjabat sebagai kepala sekolah sepertinya paling punya banyak setok cerita tentang mantan.

Salah seorang temannya curhat, kalau dia mendapat undanngan pernikahan dari mantannya.

“Kamu lelaki dan kamu harus punya angkuh untuk tidak hadir pada pernikahan mantanmu” Nasehat S pada temannya.

Namun, menurut cerita S, temannya itu tidak menghiraukan nasehatnya. Dia tetap bersikeras untuk hadir dalam resepsi pernikahan mantannya.

Yang terjadi kemudian adalah, temannya S itu, menangis histeris ketika duduk di ruang perjamuan pernikahan, bahkan harus dievakuasi ke rumah warga agar ia bisa tenang. Lebih sialnya lagi, temannya S itu harus mendapat hardikan dan ancaman dari orang tua si mantan.

Sekali lagi, kami tertawa lepas dengan ceritanya itu.

Teman saya yang berinisial Y unjuk bicara, dia bercerita tentang mantannya namun tidak menarik untuk diceritakan, begitupun dengan saya. Saya pun bercerita tentang mantan yang berpamitan untuk menikah, namun juga tidak menarik untuk diceritakan. :D

Cerita kami berdua tentang mantan biasa-biasa saja, standar, dan datar. Cerita yang alur muaranya umum dirasakan semua orang ketika dipamiti menikah oleh mantan, yaitu: Semacam Sakit yang tidak terbahasakan.

Tinggal satu orang di antara kami yang belum urun rembuk persoalan mantan.

“Apa pendapatmu tentang mantan?” Tanya saya.

“Saya tidak bisa bercerita untuk hal itu”

“Kenapa?”


“Karena saya tidak punya, mantan”
Tag : Mantan
Back To Top