Beberapa bulan terakhir saya dekat dengan Rudi, salah seorang
teman nyantri di PPRU1 Ganjaran Malang.
Karena dekat, tentu saja saya faham dengan kualitas
kepribadian pemuda yang akrab dipanggil "Bung" ini.
Dia, sang deklarator utama GMNI Kab. Malang adalah sosok yang
pantang menyerah dalam menghadapi persoalan-persoalan yang dia hadapi.
Suatu ketika, Bung Rudi ini jatuh cinta. Sialnya yang dicinta
menolaknya dengan halus, ketika pemuda berwajah pas-pasan ini mengungkapkan
perasaannya.
"Kamu terlalu baik buat aku, bung..."
Begitulah jawaban si Perempuan.
Menurut umumnya manusia. Jawaban seperti itu adalah bentuk
penolakan secara lembut supaya tidak terlalu menyakiti si lelaki.
Namun tidak demikian bagi Bung Rudi. Baginya, jawaban itu
hanyalah tes atau ujian dari si perempuan, demi mengetahui sebuah Ketulusan dan
keseriusan.
Menurutnya lagi. Ditolak tidak lebih sakit dari diterima
namun kemudian dikhianati. Petualangannya yang pernah gagal dalam bercinta
membuat hatinya bebal untuk urusan asmara.
Selanjutnya, tidak perlu saya tulis kisah cinta sebelah
tangan di atas. Poinnya: Tidak ada kata menyerah dalam kamus hidup Bung Rudi.
Ngomong-ngomong soal kamus. Pernah suatu ketika. Kami tengah
ngobrol ngalor-ngidul entah tentang apa. Sebab Rudi Mahasiswa, tentu bicaranya
sering disisipi kata-kata ilmiah. Biar terkesan intelektual maksudnya.
Iseng-iseng saya bertanya hal yang sebenarnya saya sudah tahu
jawabannya. Yaitu, Tentang artikulasi dan peruntukan kata ilmiah yang keluar
dari mulutnya.
Dan..
"Sebaiknya, kamu download KBBI atau Kamus Indonesia di
Playstore, bung!" Ucap saya mengakhiri obrolan.
Baiklah. Sampai pada paragraf ini barangkali pembaca
menganggap saya tengah "menelanjangi" seorang Bung Rudi. Jika
demikian, maka betul sekali jawabannya.
Pasca M. Hilal bercerita dalam tulisan "Kisah Guru yang
sabar", Bung Rudi kebakaran jenggot. Kepercayaan dirinya runtuh. Ia merasa
dinistai. Selanjutnya, dia mati-matian membalas tulisan yang terlanjur menyebar
di FB itu, dengan tulisan yang menurut saya, seperti orangnya; berantakan!
Puncak dari kegelisahan Bung Rudi ini adalah, dia mengaum di
status FBnya, kalau dia tidak akan segan-segan memblokir siapa saja yang berani
menulis tentang dirinya.
Analisa saya, apa yang sudah dilakukan Bung Rudi itu adalah
bentuk aktualisasi diri. Bahwa pada dasarnya manusia itu butuh dihormati dan
dihargai.
Status FB Bung Rudi tersebut adalah bentuk proteksi diri dari
ancaman yang menyerang dirinya, sekaligus menjelaskan jika jiwanya butuh
perhatian dari teman-teman yang ada di sekelilingnya.
Sederhananya, seperti keponakan saya yang berumur lima tahun
yang merajuk sambil marah-marah untuk mendapatkan kasih sayang dari orang-orang
di sekitarnya.
Maka, langkah yang paling bijak bagi kita adalah. Menarik
benang positif dengan hidupnya Rudi dan segala tingkah polahnya yang out of the
box. Meskipun yang "baik" itu nyaris tidak ada sama sekali.
Jika berkiblat pada judul di atas. Harusnya tulisan ini
berisi tentang cerita baik Bung Rudi. Namun, sependek saya berteman dengan Bung
yang satu ini, saya selalu gagal mencari yang "baik" itu, bahkan
dalam kolong mimpi sekalipun.
Dan...
Wah! Tiba-tiba ide saya buntu. Sekali lagi saya merasa gagal,
padahal saya ingin menulis panjang tentang Bung yang tengah berjuang mencari
jasa pembuatan skripsi ini.