Tentang persoalan, peristiwa dan puing-puing pemikiran yang runtuh dalam ingatan.

Tentang G30S PKI

Dulu, sewaktu kecil. Saya masih ingat dengan jelas. Menjelang tanggal 30 September, saya diintruksikan oleh teman sebaya untuk melihat film PKI yang diputer di TV.

Oiya, dulu saya harus menempuh jarak yang lumayan jauh demi menonton TV, yang ketika pukul sembilan malam harus berhenti sebab "dunia dalam berita".
Sumber Gambar: Google Gambar

Dan, dampak melihat film itu -juga dramatisir dari lingkungan- adalah legitimasi bahwa PKI itu, jahat!

Saya yakin, orang yang lahir tahun 90an akan berfikir sama persis dengan saya.

Hingga kemudian saya sekolah dan bisa baca.

Karena saya suka sastra, maka bacaan saya pun tidak jauh dari Novel, Puisi, dan Cerpen.

Dari beberapa karya sastra yang pernah saya baca, ada tema tentang komunis dan PKI yang diceritakan dengan berbagai sudut pandang.

Ada yang menunjukkan kesan berpihak terhadap PKI ada juga yang sebaliknya.

Dan tentu saja saya tidak bisa menelannya mentah-mentah, sebab apa yang saya baca adalah karya fiksi. Karya yang tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Pada beberapa teman yang saya anggap jago tentang sejarah, saya pun mengajukan tema PKI sebagai bahan diskusi.

Hasilnya? saya tidak faham sama sekali. Berbicara PKI maka berbicara tentang sejarah dengan segala macam istilah-istilah asingnya.

Seperti, Masyumi, PSI, NU, dan sebagainya, dan sebagainya...

Saya pun menyerah. Saya kembali menyuntuki cerpen sebagai nutrisi pengetahuan saya.

Ada penggalan-penggalan dalam cerpen yang saya baca, yang saya anggap melukiskan perasaan saya terhadap PKI.

Karya Puthut EA yang berjudul "Nasi Goreng Koh Su" misalnya. Tentang tokoh penjual nasi goreng yang tetiba hilang begitu saja. Menurut masyarakat setempat, hilangnya si tokoh utama sebab "diculik" orang-orang berseragam loreng.

Saya memaknai cerpen tersebut adalah sebuah peristiwa  mengerikan yang pernah di masa silam. Betapa nyawa harganya begitu murah. Semua itu terjadi sebab masalah yang amat kompleks.

Dengan kapasitas yang saya miliki, tentu saja saya tidak bisa mengurai faktor-faktor yang melatarbelakangi tragedi yang sudah terjadi. Saya tidak bisa menilai apakah PKI itu salah apa benar.

Maka, menyikapi tentang isu PKI yang makin santer ini, saya manut sama ucapannya Gus Dur saja, bahwa PKI hanyalah korban keadaan.

Tag : Artikel
Back To Top